“TANPA KEBERANIAN, MERDEKA HANYA IMPIAN!”
“TANPA KEBERANIAN, MERDEKA HANYA IMPIAN!”
Oleh
: Wahyu Djoko Sulistyo
Tujuan yang besar sebanding dengan usaha
yang luar biasa! Apa lagi untuk sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan negeri ini
bukanlah gratis tapi melalui perjuangan panjang. Masalah kekalahan jepang dan
kekosongan kekuasaan, itu hanyalah momentum. Keberanian mengambil pilihan dan
sikap itu yang menentukan!
Episode kekalahan Jepang.
Dijatuhkanya
bom atom di Hiroshima dan Nagasaki benar-benar menjadi pukulan telak terhadap
kekuatan Jepang. Menjadi penutup serangkaian kekalahan beruntun dalam perang
laut di perairan pasifik, yang awalnya tidak membuat Dai Nipon mundur dari
medan laga Perang Dunia II. Semangat Bushido sebagai warisan leluhur telah
mendarah daging bagi para samurai sehingga pilihan mati demi Negara lebih
berarti dari segalanya. Namun takdir perang berkata lain terhadap kenyataan
yang diharapkan dari pihak Jepang. Semangat yang dimiliki para Samurai tidak
lantas menjadi jaminan atas kemenangan dari setiap perang. Agustus 1945 menjadi
bulan luluh lantahnya kekuatan yang sempat menggemparkan Dunia dari Front
Timur.
Di penghujung
tahun 1941 tepatnya pada 7 Desember, keberanianya dalam menteror pangkalan
militer Amerika di Pearl Habour telah
menyeretnya menjadi pelaku utama dalam kancah Perang Dunia di belahan Dunia
Timur. Karena tindakan Kamikaze ini menimbulkan dampak yang luar biasa. Selang
satu hari berikutnya Franklin Delano Roselvelt mengumumkan perang terhadap
kekuatan yang mengatas namakan dirinya berasal dari Negara matahari terbit. Inilah
yang menandai bergabungnya kekuatan Amerika dalam pentas Perang Dunia II . Gerak
cepat yang dilancarkan Jepang dalam upaya mendirikan Negara Asia Timur Raya
telah meluluh lantahkan kekuatan - kekuatan barat yang berdiam di wilayah
tersebut. Tak luput dari target jepang adalah kepulauan diantara dua daratan
luas di samudra Hindia, yaitu Indonesia. Indonesia yang hampir Genap tiga abad
dikuasai oleh Belanda ditakhlukan aleh kekuatan matahari terbit. Tanpa
perlawanan yang sengit serdadu Belanda di hempaskan pulang ke negerinya. Kesepakatan
di Kalijati 8 Maret 1942 mengantarkan Belanda pulang dengan berat hati.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa disisi lain kedatangan Jepang disambut antusias oleh tokoh
nasional dan kalangan rakyat Indonesia. Cukup berbagai perjuangan untuk
menyingkirkan Belanda dari tanah Indonesia, dari angkat senjata, angkat suara,
hingga angkat pena. Dari jalan perang hingga diplomasi ditempoh dan bukan waktu
yang singkat untuk proses tersebut. Sudah cukup perih dan panjang luka yang meski
dilalui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia atas praktek kolonialisme dari
Belanda. Tiba –tiba Jepang hadir dan mengakhiri dengan cepat si penguasa yang
zalim. Pastinya rakyat menyambutnya dengan antusias selayaknya datangnya si Dewa
penyelamat. Terlebih dengan propaganda yang digelontorkan oleh Jepang yang
menempatkan dirinya sebagai sang saudara tua bagi rakyat Indonesia. Bukankah
sesama saudara harus saling membantu? Inilah jawaban yang mesti dipenuhi oleh
rakyat Indonesia, sehingga mau tidak mau mereka turut bersumbangsih terhadap
serangkaian perang yang dilakukan Jepang dalam perang Asia-Pasifik nantinya.
Tokoh –tokoh
nasional yang pada masa Belanda banyak dikenai kebijakan represif dari
pemerintah, oleh Jepang diberi ruang gerak untuk ikut berpartisipasi dalam
pemerintahan dengan tujuan implisit untuk menarik simpati rakyat. Simpati
rakyat untuk turut membantu Jepang memenangkan panggung peperangan. Organisasi
bikinan pemerintah militer Jepang jadi wadah buat mereka.Kekecewaan muncul dari
benak setiap rakyat Indonesia, setelah kebijakan Romusha digulirkan oleh
pemerintahan Nippon. Mereka yang diawal ditawari sebagai pahlawan ekonomi bagi
Indonesia, dipaksa untuk bekerja secara paksa untuk membangun segala
infrastruktur yang dibutuhkan Jepang dalam rangka memenangkan perang sucinya. Bahkan
boleh dikatakan masa kerja paksa inilah masa paling menyengsarakan dari
penguasaan Jepang. Para petani harus mengubah komoditas tanam mereka dengan
tanaman yang menunjang kemenangan perang. Tak luput beberapa dari kaum wanita
harus menjadi pelayan nafsu bagi serdadu Jepang (Jagun Lanfu). Bukankah itu keji? , disamping kebijakan yang
mengandung nilai positif nantinya. Ya berbagai kekejian itulah yang mengubah
dari harapan menjadi semacam perlawanan. Perlawanan yang ditujukan kepada yang
dulu pernah dianggap sebagai penyelamat itu.
Perputaran
roda Perang Dunia II mengubah arah geraknya, dimana yang pada awalnya kekuatan
poros axis, baik dibarat yang dikomandoi oleh Jerman dan ditimur oleh Jepang .
Pada permulaan perang kekuatan mereka menjadi semacam topan yang dengan ganas
menghempaskan siapaun, menjelang tahun
1943 tinggal angin sepoi yang tak mampu berbuat banyak.
Arti sebuah tekad dan keberanian!
Menjelang hari
– hari kekalahanya Jepang membutuhkan banyak tenaga bantuan, rakyat Indonesia
telah terluka dengan perlakuan paksa Jepang yang ternyata tak jauh beda dengan
Belanda. Demi itu semua Jepang kembali merangkai janjinya dengan tindakan
nyata. Badan Penyelidik Upaya Kemerdekaan (BPUPKI) dibentuk sebagai jalan yang
berikutnya disusul dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI).
Soekarno - Hatta yang dari awal sudah mendapatkan tempat sebagai penghubung
pemerintah dengan Rakyat semakin mantab posisinya sebagai kesatuan dwi-
tunggal.
Suatu
keberanian akan dahaga kemerdekaan begitu mencekik, harus di lepas, harus
diwujudkan! BPUPKI yang dibentuk untuk penyelidik ternyata tanpa basa – basi
dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional dengan sebaik –baiknya. Ini sebuah
kesempatan, kapan lagi ini akan di peroleh, mungkin itu yang dirasakan sehingga
bukan hanya bertugas menyelidiki tetapi sebuah landasan Negara yang merdeka
terlahir dari rapat pelik panitia ini. Soekarno, M. Yamin, Mr. Soepomo dengan
berapi – api mengemukakan gagasanya tentang dasar Negara. Soekarno yang menutup
dengan idenya yang bernama Pancasila akhirnya di amini untuk menjadi nama
Ideologi Negara yang dicita- citakan. Hal ini merupakan bentuk sebuah
keberanian. Bayang – bayang serdadu Jepang tak dianggap menakutkan meskipun
ada. Satu tekad untuk merdeka bukan lagi sesuatu yang mesti ditawar tawar!
Harus segera di realisasikan.
Jepang yang
kian terdesak tak ingin kehilangan muka terhadap bangsa Indonesia. Terjadi
kesepakatan antara tokoh pemimpin bangsa dengan Jepang akan realisasi
kemerdekaan di kemudian hari. Namun berita kekalahan yang berujung pada
penyerahan Jepang terhadap Sekutu sudah terlanjur sampai kepada golongan muda.
Sutan Sjahir yang dari awal berjuang di bawah tanah dan menolak pro dengan
Jepang mendapatkan saluran siaran akan penyerahan itu. Para pemuda yang sedang
bergelora dalam semangat kemerdekaan menempatkan ini sebagai momentum. Mereka
melihat dari kaca mata yang berbeda, bahwa inilah saat yang tepat, saat yang
ditunggu- tunggu selama ini. Tunggu apa lagi! Kembali keberanian yang berbicara,
keberanian yang menemukan jalan takdirnya akan sebuah cita – cita mulia. Bahwa
kita harus merdeka sekarang! Konflik internal bangsa turut mewarnai ,
kesepakatan yang diambil golongan Tua menjadi penghalang semangat golongan
muda. Adu mulut, bersitegang hingga pengamanan tokoh pimpinan bangsa menjadi
penghantar kemerdekaan. Sebuah tujuan harus didukung dengan sebuah keberanian,
keberanian untuk bersikap dan berani untuk memilih!dan mereka akhirnya memilih
untuk merdeka dan bersikap selayaknya bangsa yang telah merdeka!sejenak kita
berandai, jika keberanian itu tidak ada dan pilihan tidak di ambil. Mungkinkah
sampai kini NKRI akan lahir? Mungkin prosesnya dan ceritanya akan lain
lagi.bukankah begitu?.
Artikel untuk majalah BUNGKAMi XI IPA 2 SMA DY PKU
Komentar
Posting Komentar