Nggagas Waras "Sopo Siro Sopo Ingsun?!"

Sopo Siro Sopo Ingsun?!
Oleh : Djoyo Bolodewo


"Tanyakan pada dirimu, Siapa Saya?, siapa kamu?. biarkan pertanyaanmu terus menganak seribu hingga menjadi lautan pemahaman akan hakikat bahwa kita harus menjalani proses pendewasaan dalam hidup"
Manusia ada itu sebagai titah sang Pencipta untuk menjalani takdirnya hidup di Jagad pegelaran Dunia ini. Banyak penilaian terhadap Dunia ini, dan semua itu tergantung pengalaman apa yang menempanya. Orang boleh saja berbicara tentang merah birunya kehidupan ini, karena itu merupakan hak mereka untuk menilainya. Yang pasti terasa sesak jika kita menggiring konsep kita untuk masuk kedalam paradigma insan lainya hingga bersarang kuat dan menciptakan sebuah pandangan yang tidak alami tentang pengalamanya hidup ini.
Untuk menyikapi hidup tidak perlu kita menua dan berlumur pengalaman hidup. Karena boleh dikatakan benar jika “Tua itu pasti namun Dewasa itu pilihan!”. Tidak perlu kita debatkan akan kalimat tersebut cukup kita diam sejenak dan renungi dari serpihan waktu yang telah kita lalui akan kebenaranya. Penglihatan kita membimbing pada suatu kenyataan yang barang kali pernah kita temua dalam lingkungan kita, pada sosok yang seharusnya menjadi teladan justru menuntut diteladani. Dan mungkin juga pernah kita jumpai seorang bocah yang mengemban beban yang selayaknya bukan tanggung jawabnya. Terkadang tempaan hidup itulah yang mendewasakan manusia meskipun belum pada waktunya. Juga bukan berarti dewasa dalam makna yang akan saudara pakai, toh dewasa itu beragam penafsiranya namun paling tidak layak untuk dicontoh. Itu saja.
Saya piker dewasa itu bukan sebuah tujuan akhir, namun merupakan sebuah proses yang panjang yang berlangsung selama nafas kita masih jenak bercengkrama dengan raga kita. Oleh karena itu tidak dapat dibatasi kedewasaan seseorang karena suatu hal semata sehingga layat untuk dicontoh saja mungkin cukup untuk mendefinisikanya.
Manusia sering terjebak dalam satu pandangan yang dikelirukan baik oleh dirinya sendiri, maupun lingkungan. Kutukan terhadap hidup menjadi ujung dari salah tafsir kita terhadap hidup di Dunia ini. Padahal hakikat kita sebagai manusia hanyalah menjalani waktu. Nah terserah nanti kita akan menjalaninya dengan seperti apa, toh setiap langkah kita musti dipertanggungjawabkan. Karena satu langkah kita diawal menjadi penentu ribuan langkah kita selanjutnya. Maka tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk melangkah pada jalan yang kita yakini akan kemanfaatanya. Sehingga diperjalanya atau mungkin diujung jalan nanti tiada kata sesal bahkan kutukan terhadap hidup Dunia ini.
Manusia kadanag terjebak oleh kondisi alam pikirnya. Menyeretnya pada sebuah kondisi dirinya harus menjadi yang terkuat, terbaik dan yang paling segala-galanya dibandingkan yang lainya. Bahkan ada yang menghatam kita terperosok jauh hingga kita merasa tak layak mendapat nikmat hidup. Kalau boleh dikatakan bukankah itu hanya bentuk kealpaan kita yang sedang lupa. Pahamilah pada satu pepatah lawas “Sopo Siro, Sopo Ingsun” siapa kamu siapa saya. Mungkin sederhana namun boleh dimaknai secara luas baik vertical maupun horizontal.
Jika kita Tarik secar vertical, tanyakan pada dirimu siapa sesungguhnya kamu dan siapa itu Tuhanmu? Jika kita Tarik secra horizontal, tanyakan pada dirimu siapa saya dan siapa kamu?
Jika kita dalam anugrah waktu ini rela melepaskan pikiran kita yang terjerat untuk menanyakan peryanyaan itu maka bukan tidak mungkin akan berdenyut nadi filsafat hidup kita. Kita perlahan akan tersadar akan hakikat siapa diri kita. Kita hanya bagian dari titah FirmaNya yang menjalani takdir kita selayaknya mklhuk ciptaan lainya yang jumlahnya tak terbatas dalam alam semesta ini. Apa yang akan kita banggakan dengan pencapaian kita apa pula yng mesti kita tangisi hingga meronta tentang musibah hidup yang melanda kita. Pantaskah kita berbicara dan menuntut akan nikmat dan laknat jika kita mengerti hakikat saya,kamu,kita,mereka dan Pencipta. Bukankah kita sudah mendapat fitroh untuk memilih pada jalan langkah awal kita. Semua atas ijiNya. Bahkan daun yang jatuh dan tertiup angina pun atas kehendakNya. Lantas kenapa kita menolaknya, menuntutnya, mengutuknya semumur hidup kita hingga mengajak orang lain untuk berfikir sama dengan kita. Kita hanya perlu bertanya.
Jika ada waktu, mari sejenak kita bertanya “Sopo Siro, Sopo Ingsun?” barangkali sumua jawaban hidup kita jumpai dalam bingungnya alam fikiran kita dalam mencari jawaban itu sendiri!

Nggagas Waras!

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer