Menuju Indonesia Berdaulat!
Menuju Indonesia Berdaulat!
Oleh : Wahyu Djoko Sulistyo
Merdeka!!
Sebuah seruan pembangkit semangat yang penuh makna. Semua orang ingin
merdeka, semua Negara ingin merdeka. Karena mereka yakin dengan kemerdekaan
itulah masa depan dapat mereka rangkai!, oleh karena itu kemerdekaan menjadi
harga mati yang tidak bisa ditawar lagi!. Termasuk bagi Indonesia yang
memperjuangkan takdirnya sebagai Negara yang berdaulat! Dan perjuangan itu
bernama Revolusi!
Masa revolusi yang berlangsung di
Indonesia kurun waktu 1945 - 1949 mewarnai percaturan politik Indonesia untuk
menuju Negara yang sesungguhnya sehingga mampu berperan dalam percaturan
politik Internasional. Bukan perkara yang mudah pada berlangsungnya masa ini ,
tumpahan darah keringat menjadi syarat wajib dalam upaya mempertahankan
proklamasi! Sejak Belanda atas nama NICA yang secara pengecut menebeng tentara
sekutu (AFNEI) yang menjalankan perananya sebagai kekuatan yang memenangkan
kontes Perang Dunia II. Karena berdasarkan hukum perang bahwasanya pihak yang
kalah harus mengikuti kehendak yang menang. Jepang sebagai penguasa wilayah
Indonesia menempati pihak yang kalah.
Kekuatan layaknya “Cokro Manggilingan”(Roda yang berputar)
suatu ketika diatas, suatu ketika di bawah. Jepang sebagai penguasa kawasan
Pasific di periode awal perang , akhirnya harus bertekuk lutut. Dengan
kekalahanya tersebut maka Jepang harus angkat kaki dari wilayah yang
dukuasainya, salah satunya adalah Indonesia. Janji kemerdekaan sebagai daya
pikat yang ditawarkan ketika awal kedatangan Jepang tak lain hanya upaya untuk
menarik simpati rakyat Indonesia dalam rangka perang Sucinya, perang atas nama
kemenangan bersama Asia Timur Raya, dan rakyat Indonesia menjawabnya dengan
penuh harapan mulia yang akan dipenuhi nantinya yaitu “Merdeka” Menjelang
periode akhir perang dan berujung dengan kekalahanya, Jepang merangkai kembali
janjinya. Namun kenyataan berbicara lain , semangat pemuda mengalahkan
ketidakmungkinan dan keraguan. Semangat pemuda itulah yang bagaikan topan
menghempaskan janji-janji yang belum pasti, dengan kepercayaan dirinya semangat
Muda itulah yang mampu mngantarkan pernyataan kemerdekaan melalui Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945. Maka ketika tentara sekutu datang ke
Indonesia statusnya bukan lagi Negara kekuasaan Jepang karena kita telah
menyatakan diri merdeka melalui momentum vacuum
of power, menyatakan diri sebagai Negara yang berdaulat secara sepihak
bukan atas kemenangan!.
Namun kemerdekaan itu baru secara
de facto karena secara hukum Internasional kita belum “sah” dan inilah yang
menjadi PR besar yang harus dituntaskan! Mampukah?. Ternyata kekuatan sekutu
tersebut terdapat kekuatan Belanda yang ingin kembali mengusai Negara yang
membuatnya kaya selama beratus-ratus tahun pastinya menjadi sumber kekayaan
yang tak mungkin dilepasnya dengan begitu saja. Dengan adanya benturan
kepentingan yang bertolak belakang tersebut antara Indonesia yang butuh
pengakuan dengan Belanda yang ingin kembali mengusai maka masa inilah banyak
dikenal sebagai masa Revolusi Fisik Rakyat Indonesia. Dimana rakyat Indonesia
berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan untuk memperjuangkan masa depan yang
pasti bagi generasinya kelak, menuliskan catatan sejarahnya dengan tinta darah
dari luka menganga di dadanya yang tertembus mesiu panas pasukan Belanda.
Serangkaian tindakan Belanda yang nyata akan menguasai kembali Indonesia
ditentang langsung dengan mengangkat senjata. Sebuah pilihan yang pasti untuk
sebuah kedaulatan lepas dari penindasan yang selama ini mencengkeram tanpa
belas kasihan hingga berjalan ulet selama lebih dari empat generasi. Maka
seharusnya tidak ada pilihan lain untuk mempertahankan proklamasi selain dengan
jalan konfrontasi.
Namun jalan konfrontasi bukanlah
pilihan utama dan satu-satunya! Pilitik tawar menawar pun menjadi solusi yang
lebih di utamakan sabagai solusi atas permasalahan yang dihadapi Indonesia
ketika itu. Pemerintah lebih memilih menuliskan takdirnya dengan jalan damai
meskipun tetesan keringat bercampur darahpun terus mengalir bagi para
gerilyawan yang pantang mundur. Posisi tawar kita terombang-ambing atas
kekuatan yang tak pernah penuh, tak pernah yakin, dan permainan politik yang
dimainkan oleh para ahlinya ketika itu. Mulai dari panggung Linggarjati,
renville hingga KMB akhirnya status itu kita peroleh melalui tawar-menawar
panjang dan ulet sejak tahun 1945-1949. Resmi 27 Desember 1949, Indonesia
diakui secara resmi sebagai Negara yang berdaulat.
Namun apakah status yang
berdaulat itu benar- benar pengakuan yang tulus tanpa adanya muatan tertentu?
Mari kita cermati beberapa keputusan akhir dari Konferensi Meja Bundar (KMB).
Beberapa keputusanya memuat tentang : pmbayaran utang Belanda sejak 1942 yang
harus dilunasi oleh pihak Indonesia, perusahaan Belanda tetap diijinkan
beroperasi, dan status Irian barat ditangguhkan hingga 1 tahun kemudian. Kenapa
dibalik pengakuan sebagai Negara merdeka itu dimuati kepentingan yang akan
berpengaruh terhadap kehidupan Indonesia kedepanya. Kenapa masalah irian Barat
mesti dijanjikan hingga satu tahun kemudian, ada apakah di Irian ketika itu ,
apa yang bisa diharapkan dari wilayah yang masih tradisional dengan kehidupan
primitif masyarakatnya ketika itu. Tapi sekarang kita sadar bahkan kagum bahwa
wilayah tersebut merupakan hamparan kekayaan alam yang luar biasa. Pantas jika
Belanda saat itu berusaha mempertahankanya hingga lebih jauh dari batas waktu
yang dijanjikanya. Berikutnya bukankah biaya terbesar Belanda adalah untuk
keperluan biaya perang? Bukankah pasca 1945-1949 perang yang banyak terjadi
adalah perlawanan rakyat Indonesia kepada dirinya dalam rangka mempertahankan
proklamasi. Kalau sudah begitu berarti kita yang harus menanggung beban dari
perlawanan kita. Ironi!. Ini satu hal yang menjadikan kemerdekaan serasa semu,
hak ijin untuk pengoperasian perusahaan-perusahaan asing. Bukankah yang
memegang peranan penting perekonomian selama masa penjajahan adalah kekuatan
perusahhaan tersebut, lantas ketika kita sudah dinyatakan berdaulat kenapa kita
harus tetap membiarkan dan mengijinkan mereka tetap ada,tetap berjalan. Demi sebuah
tujuan dan demi masa depan atau bahkan karena tak kuatnya posisi tawar yang
kita miliki sehingga keputusan tersebut resmi kita sepakati bersama dengan
segala konsekuensinya yang masih kita rasakan hingga kini. Satu permasalahanya
karena kita tidak berani tegas! Lantas seperti sudah tuntaskaah perjuangan
menuju kemerdekaan mutlak?. Kalau belum , siapa lagi yang akan menuntaskanya
kalau bukan kita. Tunggu apa lagi?
Untuk Majalah NOMINA XI IPS 2 SMA DY
Komentar
Posting Komentar