“SELARAS : MADEP MANTEP”
Oleh :  Djoyo Bolodewo

Selaras….. mencoba untuk memahami makna kata sederhana tersebut tidak dibutuhkan pemikiran dan analisis yang dalam, namun hanya cukup untuk kita sejenak merenungkan dan rasakan. Perlahan akan muncul pertanyaan dasar di hati kita,” Wis tentrem durung atiku?” sudahkah hati kita merasa tentram, arti kalimat bahasa jawa tersebut. Jika kita belum bisa menjawab pertanyaan kita sendiri tersebut berarti kita juga belum mampu untuk menjawab apa makna dari “selaras” itu sendiri.
Kata tersebut seakan menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk mereka yang mulai menyadari akan hidup dan kehidupanya. Karena tidak semua orang akan merasakan ini atau bahkan mencoba untuk memahami ini melainkan mereka yang sudah disadarkan oleh perjalanan waktu. Antuk kanugrahan”, Mendapatkan anugrah, bukan berarti mendapatkan segala bentuk kenikmatan dunia dalam wujud yang kita inginkan. Karena sesuatu yang nikmat itu selalu dapat kita nikmati. Bukankah yang nikmat itu dekat dengan laknat?,he. Mendapat anugrah itu saya artikan ketika kita disadarkan akan apa yang kita dapatkan untuk kita syukuri, untuk kita nikmati dengan sepenuh hati tanpa lupa untuk sedikit berbagi dengan sesama. Nrimo ing pandum” bukan berarti kita hanya pasrah menerima keadaan yang kita dapatkan, bukan! Itu adalah pelajaran luhur dimana kita harus bersyukur atas apa yang kita peroleh. Bersyukur atau dalam bahasa jawa adalah narimo”  itu berbeda makna dengan ndelah”  ini baru namanya pasrah. Nah dengan begitu kita terdorong untuk selalu mensyukuri nikmat, baru setelah syukur kita lantas pasrah. Bukan berarti pasrah dikotomikan sebagai makna yang negative, jelas bukan itu. Pasrah artinya berserah bukan menyerah. Berserah itu dilakukan setelah kita berusaha ngupokoro”  sampai mentok/tuntas lantas kita berserah kepada yang di Atas. Karena semua yang ada di dunia ini terjadi atas kehendak-Nya. Kita sebagai manusia kewajiban kita hnaya berusaha semaksimal mungkin. Berbeda makna dengan menyerah, dimana itu adalah usaha yang terhenti ditengah jalan. Atau merasa tuntas ketika baru satu sandungan menghadang.
Dari sedikit pemaparan dasar diatas kiranya dapat kita tarik untuk menjawab makna dari selaras” . ketika kita sudah merasa dapat menikmati atau belum bias merasakan atas apa yang kita peroleh di dunia ini, membawa kita untuk masuk kedalam tahap pencarian. Mencari bentuk nikmat yang lain atau mencari nikmat yang belum kita dapatkan. Jika kita terus menuruti itu maka yang terjadi hidup kita akan selalu merasa kurang dan terus kurang meskipun dari sudut pandang orang lain kita sudah terlalu berlebih. Dalam pepatah jawa urip iku wang sinawang” hidup itu saling menilai. Orang lain menilai kita lebih dan kita menilai orang lain lebih. Ini tidak bisa kita jadikan tolak ukur dalam hidup bahwa kita harus bias seperti yang orang lain dapatkan. Berusaha untuk itu sah tapi jika nilai usaha kita tidak sebanding dengan akhirnya itu yang jadi masalah. Oleh karena itu mensyukuri nikmat adalah yang paling utama. Pencarian kebahagian hidup sama dengan mencari keselarasan” itu sendiri. Menikmati setiap waktu yang diberikan pada kita. Banyak melakukan topo broto” atau dalam istilah lainya adalah bermunajat, berserah diri kepada sang Pencipta. Jika kita bias melakukan itu semua dengan keikhlasan dan semangat maka pertanyaan kita untuk menjawab pertanyaan dasar apakah itu selaras”? akan terjawab sudah. Bukan dengan kata atau kalimat kita bias menjawabnya namun dengan tindakan!!
Seperti alam ini, dimana yang masih menampakkan keaslianya, kemurnianya,, larilah kehutan ke dalam rimba dan belajarlah. Disana semua maklhuk sang pencipta dengan segal takdirnya menjalani aktifitasnya sesuai peran masing-masing. Selaras karena memang itu yang mereka jalani tanpa keprotesan seperti yang banyak dilakukan oleh umat manusia dijagad ini. Mari bermuhashabah dan mulai menyadari peran dan takdir kita. Berhenti mengeluh! rasah kakehan sambat ndang tumandang ngrampungi gawe ben cukup butuh e!´pesen e Mbahku….


Djiwo kang ngudo roso lur….

Komentar

Postingan Populer