"Pembentukan Karakter berbasis Budaya Lokal"
Pembentukan
Karakter berbasis Budaya Lokal
Oleh : Djoyo Bolodewo
Karakter
seakan menjadi topic pembicaraan yang tidak pernah selesai diperbincangkan
dinegeri ini. Semua sadar akan pentingnya pembangunan karakter sebagai kunci
kemajuan peradaban sebuah bangsa. Pendidikan menjadi sector strategis dalam perubahan
ini. Berbagai upaya juga dilaksanakan , namun terbentur oleh realita yang
berbicara sebaliknya.
Dewasa ini negeri kita semakin rentan
diselimuti pemberitaan yang miring, mulai aksi korup para pejabat, anarkis
antar kelompok ,narkoba, aksi oknum pembakar hutan dan masih seabrek lagi
aksi-aksi yang mencoreng nama baik negeri ini yang hampir tak pernah bersinar.
Perjalanan hidup bangsa ini sudah lebih dari tujuh dasawarsa namun torehan
kejayaan masih teramat jauh untuk dimimpikan selayaknya negeri yang kondang
kalongkang sebagai negeri yang “subur
makmur ,gemah ripah loh jinawi, karto titi tentrem tuwin raharjo”. Sebuah
idiom jawa yang sangat filosofis untuk
menggambarkan kondisi negeri ini akan anugerah kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Dengan modal itu sudah selayaknya jika negeri ini mampu berbicara
banyak dalam kancah internasional menjelang usianya yang beranjak dewasa. Namun
ironinya serasa kita masih jalan ditempat, terjebak oleh situasi yang
diciptakan sendiri oleh tata kelakuan bangsa kita yang kurang bertanggungjawab.
Jangankan untuk berbicara banyak dalam kancah internasional untuk sedikit
membuat senyum kesejahteraan bagi seluruh warganya saja masih terasa pahit dan
getir. Negeri ini terus disibukkan dengan urusan sistem tata kelola Negara yang
perlahan-lahan dibenahi namun malah terasa semakin “amburadul” oleh kelakuan mereka yang kita percaya untuk memegang
tonggak pembaharuan. Kembali harus manusia Indonesia yang menggung kesalahanya
meski tidak semuanya. Kemerosotan karakter bangsa Indonesia menjadi momok yang
paling menakutkan bagi maju tidaknya sebuah peradaban, kualitas tidaknya suatu
bangsa dan tinggi rendahnya sebuah kebudayaan. Salah satu contohnya yang paling
kentara dan rakyat menjadi muak adalah “korupsi” sang selalu menjadi sajian
utama berita-berita di media yang setiap waktu ditampilkan. Tahun berganti
wajah baru bermunculan sebagai pemimpin namun kasus korup ini seakan-akan
mendarah daging dalam dalam tubuh demokrasi di negeri ini. Kekayaan negeri ini
yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat dijadikan “bancaan” oleh mereka yang
mengatasnamakan rakyat itu sendiri. Peringkat korup Negara ini masih menduduki
peringkat ke 107 di Dunia berdasarkan data dari Transparency
International di tahun 2014. Bukti adanya degradasi karakter yang menimpa
mereka. Belum lagi berbagai aksi-aksi lainya yang merugikan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Menjadi sebuah pertanyaan besar yang mesti kita jawab
bersama-sama terkait fenomena ini. Pendidikan menjadi solusi bagi permasalahan
utama yang mendera negeri ini. Disitulah penyakit degradasi karakter itu dapat
dientaskan dari keterpurukan, disitulah bangsa ini mampu mencetak generasi emasnya.
Generasi yang punya rasa tanggung jawab moral, Unggul dalam pengetahuan, kuat
dalam karakter. Sehingga kemajuan negeri ini bukan lagi sekedar mimpi. Sejak
Indonesia para pendiri bangsa sudah sadar akan hal ini , akan pentingnya
pendidikan, dan pembentukan karakternya. Bukankah Soekarno dulu telah berteriak
akan pentingnya “character nation
building” dalam membangun Negara diawal kemerdekaan lalu apa sebenarnya
yang terjadi dalam proses kita?. Jika memang ini yang menjadi permasalahan kita
lantas apakah solusi yang tepat bagi permasalahn pendidikan di negeri ini untuk
dapat menghasilkan generasi unggul?
Indonesia
sebagai Negara yang melek budaya.
Letak Indonesia yang strategis secara
geografis menjadi titik keuntungan tersendiri. Dalam kronik-kronik kuno catatan
para musafir barat, arab,india dan cina menyebutkan bebrapa wilayah di
nusantara ini dengan nama kemasyuranya. Mulai dari Swarnabhumi (pulau emas untuk Sumatra), Jawadwipa (pulau padi untuk Jawa), Warunadwipa (Tanah Dewa laut untuk Kalimantan), Sholibis (untuk Sulawesi sebagi pulau besi), Jazirat al Muluk (Tanah para Raja untuk
Maluku, saking kayanya negeri ini akan hasil buminya Belanda menyebutnya ‘the
three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan
Ambon bahkan Tome Pires dalam Suma Oriental menyebutnya sebagai the Spice Island/ pulau rempah. Rempah saat
itu dikenal sebagai gold, dalam misi penjelajahan samudra bangsa barat ke
timur), Janggi (untuk papua, hingga
ada penulis barat yang mengatakan sebagai surga yang hilang). Sebutan di atas
sangat popular dalam kalangan mereka sehingga berduyun-duyun untuk datang ke
negeri ini . letak yang sangat strategis sebagai jalur laut penghubung antara imperium
barat yang diwakili oleh Romawi dan Timur yang agung dengan kekaisaran Chinanya
menyebabkan terjadinya pergerakan arus budaya yang masuk begitu luar biasa
dengan segala macam bentuknya. Semacam menjadi sebuah hukum peradaban bahwa
budaya yang lebih tinggi akan menggeser tingkat budaya yang rendah. Oleh karena
itu dengan pergerakan interaksi antar bangsa yang terjadi dimasa kuno tersebut
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan Nusantara. Terdapat dua
kemungkinan interaksi budaya yaitu pergeseran atau percampuran, namun jika kita
melihat bukti yang tersisa kini akulturasi menjadi jawaban. Dalam teorinya
akulturasi dapat terjadi jika masyarakat kita mempunyai tingkat kecerdasan olah
budaya yang luar biasa atau yang dikenal dengan istilah “Local Genius”. Sehingga perkembangan kebudayaan baru yang masuk
disesuaikan dengan karakter kepribadian bangsa. Bahkan hasil akulturasi budaya
yang tercipta jauh lebih tinggi dari unsur-unsur pembentuknya. Hal ini menjadi
bukti akan tingginya peradaban dan kemampuan berbudaya masyarakat kita dimasa
lampau. Budaya itulah yang membentuk karakter dari sebuah bangsa dan sebaliknya
karakter jugalah yang mampu menciptakan sebuah peradaban yang maju dan
berbudaya. Jika dimasa kuno kita mampu berbicara banyak ,lantas mengapa
sekarang mentalitas kita terkerdilkan diantara yang lain.
Karakter bangsa di tengah Gerusan Budaya
Kisah akan kemasyuran
negeri ini tidak terhenti di masa lalu dan kini mulai habis dan terkikis,
kemasyuran itu seakan menjadi anugrah yang abadi dari sang Pencipta untuk
negeri ini. Kekayaan alam kita seakan tak ada habisnya sehingga masih menjadi
pesona untuk bangsa lain mendatangi negeri ini dengan segala maksudnya yang
kita sadari atau tidak sadari atau mungkin malah pura-pura tidak sadar. Era
Globalisasi telah menjadi lorong penghubung yang mampu menerobos batas batas
keintiman yang dimiliki oleh suatu Negara. Tidak hanya manusianya yang cukup
memenuhi syarat administrative untuk dapat memiliki kebebasan di Negara yang
bukan negerinya. Tapi pergerakan budaya yang masuk secara liar dan tak
terkendali merambah kesendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan ada
yang tanpa ampun memaksa untuk mengikutinya dengan dalih akan tergilas oleh
zaman. Kita sama-sama tahu dan dapat menilai dimana letak dan kekuatan
kebudayaan lokal kita diantara maraknya budaya asing yang berkeliaran arogan .
Kita tidak boleh anti
terhadap budaya asing, karena mau tidak mau mereka telah mampu menempatkan diri
sebagai symbol sebuah kemajuan peradaban. Maka tidaklah salah jika mereka
mengatasnamakan sebagi wakilnya zaman. Yang menjadi permasalah tatkala
masyrakat kita mendewakan mereka dan menempatknya sebagai sumber kemasyuran
hingga membuat kita lupa akan apa yang kita memiliki. Bahkan sebenarnya kita
sadar akan apa yang kita punya tapi kita enggan mengakui sampai ada yang
mengutuknya karena menganggap sebagai penghamat kemajuan atau sampah sisa-sisa
peradaban. Inilah yang berbahaya, konsep inilah yang lambat laun akan mengikis
jati diri bangsa kita. Akan membuat kita lupa akan siapa kita, negeri kita
,kekayaan alam, budaya dan sejarah emas
negeri ini. Kita terlena akan symbol symbol kemewahan dan kemajuan yang mereka
gambarkan melalui berbagai media yang dikemas sedemikian rupa. Kita kehilangan
nalar untuk mampu memilah,memilih diantara yang layak dan pantas. Keberadaan
local genius kini semakin renta untuk dijadikan filter zaman. Situasi inilah
yang akan membentuk karakter-karakter baru, tapi karakter yang lemah! rela harga dirinya diinjak-injak,rela menjual
Negara dan asetnya demi kepentingan pribadi atau kelompok, karakter yang malas
untuk belajar. Dan karakter inilah yang akan membawa negeri ini semakin jauh
dari cita-citanya. Maka jangan tanyakan kenapa korupsi terjadi dan terus
menggerus ketahanan politik negeri kita, jangan tanyakan pula kenapa aksi aksi
para pemuda kita yang rentan terprovokasi oleh situasi dan bertindak anarki
hingga bnyaknya tindakan tindakan merugikan lainya. Tapi tanyakan pada diri
kita sendiri kenapa sodara kita yang masih sekolah dasar lebih bangga dengan
budaya asing dari budayanya sendiri, lebih hafal lagu-lagu barat daripada lagu
dolanan yang sebenarnya milik kita.
Pendidikan berbasis Budaya Lokal untuk Membentuk karakter
Nasional
Indonesia
yang juga dikenal dengan Nusantara adalah Negara mahsyur yang memancarkan
pesona alam, budaya, dan daya tarik masyarakat yang mengagumkan. Memiliki adat
istiadat, tradisi, dan suku bangsa yang sanggup membuat decak kagum. Kekayaan
flora dan faunanya mencapai ribuan jenis, dari heningnya lautan yang penuh warna
hingga kemegahan pegunungan yang menjulang tinggi dengan keindahanya. Negeri
yang kaya akan budaya, sekitar 1.128 suku bangsa.,
Negeri kita dengan keanekaragamanya
ini layaknya sebuah Rendang makanan khas Indonesia yang ditetapkan sebagai
masakan terlezat di Dunia . Rendang
adalah daging yang dimasak dan dibumbui dengan sekumpulan rempah-rempah
yang jumlahnya banyak. masing-masing unsur rempah pembentuknya menunjukan cita
rasanya sendiri dengan kuat tanpa berusaha melebur menjadi rasa lain. Namun
meskipun menunjukan cita rasa masing masing tanpa ada yang saling mengalahakn
dan tetap menjadi satu dengan aneka cita rasa yang khas dengan nama rendang. Seperti itulah
Indonesia yang yang kaya akan keberagaman selayaknya bumbu rendang. Terdiri
dari beranekaragam suku bangsa, bahasa,budaya mampu bersatu padu dengan kita
rasanya masing-masing dalam satu wadah dan satu nama Indonesia.
Namun kekayaan ini banyak yang tidak
menyadari dan mengerti, terlebih para generasi muda atau para pelajar. Maka
perlu mengenalkan mereka dengan mustika nusantara ini. Pendidikan harus disusun
dalam kerangka budaya yang beragam. Inilah yang selama ini masih kurang dalam
sistem pendidikan di Indonesia, dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP
2006) ada kewenangan bagi sekolah untuk mengembangkan muatan lokal masing
masing daerah dimana sekolah itu berada. Namun itu masih belum cukup, yang
perlu dikemas adalah mengintegrasikan kekayaan budaya lokal kadalam sebuah
sistem pembelajaran tidak sekadar tertuang dalam mata pelajaran.namun harus
menjadi basis dalam penyusunan sebuah program pembelajaran sehingga mampu
Membunuh paradigma negative akan penilaian kekunoan akan budaya lokal kita. Pembelajaran
yang berbasis kebudayaan lokal harus diperkuat beserta nilai-nili luhurnya. Tak
dapat dipungkiri bahwa kebudayaan kita penuh dengan nilai-nilai luhur dan
kearifan lokal yang mencerminkan jati diri asli bangsa Nusantara ini.
Kebudayaan lokal paling tidak harus menjadi mata pelajaran wajib yang
dipelajari bagi anak-anak sekolah dasar dan pelajaran wajib yang tidak hanya
dipelajari namun juga dipahami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya
sehingga mampu diaplikasikan nilai-nilai luhur yang ada. Nilai-nilai budaya
itulah yang nanti dibawah bimbingan guru sebagai pembimbing dan keteladanan
akan mampu membentuk karakter peserta didik dan akan lebih mengakar kuat karena
mereka merasa memiliki. Tidak seperti karakter yang sempat dituangkan dalam
rencana namun dalam praktiknya banyak mengalami kendala. RPP berkarakter yang
sempat diterapkan dinegeri ini dimana guru maupun murid tidak dapat
mengaplikasikanya dengan baik karena hanya semacam hal yang khayal yang hanya
tertulis indah dan rapi dalan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hanya
beberapa guru yang mampu menjadi teladan karena sebagian besar kurang memahami
akan tujuan dari hal ini. Terlebih lagi bagi para siswa yang merasa awam dan
canggung. Sehingga pada akhirnya semua kembali berlangsung seperti apa adanya
dan karakter yang diinginkan tertanam dalam diri siswa terbentur proses pelaksanaan.
Pendidikan berbasis budaya lokal
meliputi berbagai aspek dan melibatkan semua unsur pelaksana pendidikan baik
keluarga sekolah maupun masyarakat. Semua harus mengambil peranan, boleh
dibilang sulit tapi mungkin mengingat budaya lokal lahir dan berkembang dalam
suatu tatanan dari sebuah kesatuan wilayah tertentu sehingga menjadi milik
masyarakat setempat bahkan menjadi identitas dari masyarakat itu sendiri jadi
bukanlah hal yang sulit untuk melibatkan mereka. Keluarga adalah bagian
terkecil dari unsur pembentuk masyarakat.
Dilematika akan muncul ketika secara
takaran zaman budaya lokal yang melimpah ruah ini ada yang masih primitive dan
terkesan mistis ataupun irasional namun itulah keunikan yang nyata bukan
prosesinya yang kita aplikasikan melainkan nilai-nilai keutamaan yang
terkandung dalam budaya tersebut yang harus kita pelajari. Kearifan lokal
banyak terkandung dalam keklasikanya karena budaya itulah media penyampai pesan
luhur yang ingin disampaikan oleh para pendahulu kita kepada kita para generasi
penerus. Berikutnya akan muncul pemikiran akan etnosentrisme yang mengedepankan
daerah masing-masing dan memicu terjadinya disintegrasi. Karena setiap generasi
dari suatu daerah akan terlalu bangga dengan budayanya sendiri. Inilah yang
menarik dan justru inilah Indonesia akan punya rasa selayaknya Rendang tadi.
Biarkan yang batak dengan bataknya, yang minang dengan minangnya, yang bugis
dengan bugisnya dan lain lain. Inilah karakter bangsa Indonesia yang sejati!.
Lantas dengan perpecahan? Justru perpecahan terjadi jika memaksakan yang batak
menjadi jawa, yang bugis menjadi melayu, meskipun bias karena didukung oleh
sebuah sistem perangkat Negara namun hal ini rentan akan perpecahan karena
cenderung dipaksakan dan meskipun bias tidak akan tertanam kuat karena mereka
tidak merasa memiliki. Oleh karena itu tumbuhlah sesuai khasanah budaya kalian
masing masing bangga dan junjunglah nilai luhur budaya kalian namun tanpa
pernah melupakan satu kesadaran akan sebuah “one
nation” Indonesia. Inilah yang nanti menjadi tugas pelaku pendidikan untuk
menanmkanya.
Indonesia akan tumbuh menjadi Negara
yang mempunyai jati diri bangsa yang kuat, masyarakat dengan karakter dan
pendirian yang tegas karena mereka tahu, mereka sadar siapa diri mereka siapa
Indonesia! Mereka mengenal Indonesia bukan hanya melihat sampulnya saja melalui
gema nada lagu kebangsaan yang kini mulai sirna dari ingatan anak-anak
Indonesia dan terhenti sebagai tembang penahan terik ketika upacara bendera. Atau symbol-simbol lambang Negara, warna
bendera, semboyan Negara,dll yang terdapat dalam buku diktat sekolah dasar yang
mereka hafalkan sebelum ulangan tanpa pemaknaan dan hilang setellahnya. Dengan
menerapkan pendidikan yang berbasis budaya lokal kita akan mengenal negeri ini
secara dalam dari unsur yang terkecil yang kita miliki. Kita akan tahu bahwa
perjalanan terbentuknya sebuah Negara berasal dari kerangka budaya yang
membentang berderet dari sabang hingga merauke. Indonesia adalah identitas
pemersatu, kita tetap orang Jawa,Sunda,batak,minang,melayu,dayak
dani,asmat,samin dan ribuan lainya tetapi kita satu ikatan satu wadah sebai
warga Negara Indonesia! Kita punya karakter yang beragam, dari yang lembut
hingga kasar dan itulah Indonesia!
Dalam pandangan kami inilah karakter
terkuat yang kita miliki, karakter budaya bangsa Indonesia yang beragam dengan
menjunjung tinggi nilai persatuan! Berhenti mendikotomi satu dengan yang lain.
Saatnya yang beragam menyatu dalam Loyang dipanasi dengan api persatuan di
tuangi air keramahtamahan, dididihkan dengan semangat kerja keras dan saling
menghargai. Maka akan terciptalah Negara yang besar dan sejahtera. Selayaknya
Rendang dengan segala kenikmatan beragam rempahnya. Nikmat yang mampu bertahan
lama! Indonesia Jaya selayaknya rendang yang tak lekang oleh waktu! Bukankah
begitu?
Dimuat dalam Buku MOTIVASI 2016
Komentar
Posting Komentar