"Kuasanya yang mengantar ke Sinabung"

DIPUNCAK ITU, KEMBALI AKU BERTERIAK DAN DI DANAU ITU AKU TERSENYUM!!!!!!!!!!!!!

Itulah yang kami lakukan ketika kaki-kaki kecil ini mulai menginjak tegak di puncak sinabung sampai ku terjerat sesaat dalam indahnya danau Toba. 26 juni 2012. Sinabung sipemilik puncak 2400mdpl menjadikanya titik tertinggi di pelataran Sumatra utara. Kerinduanku akan Gunung,berjibaku dengan alam,merangkak menyusur bukit,tertatih-tatih dalam nafas yang tersengal-sengal. Itulah perjuangan panjang dengan satu tekad dan tujuan pasti menuju puncak. Jauhkan keluhan,hayati perjalanan dan berbagi waktu dengan sang alam itulah yang membuat kita semakin mengerti dan sadar akan arti sebuah kehidupan, ya berbagi dengan alam pastinya.

Petualangan kali ini merupakan serangkaian dari tujuan inti road to north Sumatra, yang beberapa bulan sebelumnya saya rencanakan bersama bang Wandi (kawan mengajar di Darma Yudha, darah melayu asli) dalam rangka mengisi liburan di akhir semester. Pada mulanya kami mengajak kawan-kawan yang lain untuk turut serta,berhubung adanya berbagai kesibukan tersendiri dan alasan lain menjelang hari yang telah ditetapkan tersisa kami berdualah yang musti berangkat. Untuk Guide dalam perjalanan kami di Medan (Ibukota Sum-Ut) saya menghubungi kawan lama saya, yang dulu pernah menginjakan kaki di tanah jawa satu tahun silam, Lina dia bernama (kawan dari LPM KREATIF UNIMED) dan dia bersedia untuk menemani kami dalam beberapa waktu yang ditetapkan.
Senja mulai tiba,adzan maghrib bergemuruh menyeru-Nya. Selepas tunaikan sholat maghrib pada tanggal 23 saya dan bang Wandi berencana bertemu di terminal AKAP Pekanbaru, karena sesuai jadwal pemberangkatan Bus yang kami pesan beberapa hari sebelumnya, jam 20.00 tepat perjalanan akan dimulai, dan memang seperti itu kenyataanya. Bus VIP bewarana ungu dan berlabelkan ‘’Makmur” melenggang meninggalkan sepinya suasana terminal itu, perjalanan malam yang panjang kami rasakan dengan hiasan kebun sawit di kanan kiri jalan menemani kami walau dalam tatapan keremangan. Pagi harinya pukul 09.34 jalan S.Mangaraja menyambut kami,kurasa Medan telah menyambut kami,dan memang itu kenyataanya. Untuk pertama kalinya selama ini kami menginjakan kaki ditanah cikalnya orang Batak( salah satu suku terbesar di Indonesia yang berdiam di pulau Swarnabhumi). Setiba di Medan kami dijemput oleh Lina dan kawan Kreatif, kami menumpang angkot berulangkali dan tiba di UNIMED ,secretariat kreatif menjadi tujuan kami, melepas lelah di sana, sembari ngoceh sana-sini sambil menikmati bungkusan bekal yang kami bawa(bungkusan nasi komplit lauk dari Ibu bang Wandi yang tidak sempat dinikmati di Jalan). Hingga habisnya hari itu kami habiskan berkeliling separuh kota medan ditemani oleh beberapa Crew  Kreatif, mulai dari masjid Oestman (peninggalan sultan usman melayu), kota lama(kota peninggalan tempat bermukimnya orang timur tengah,pusat pertokoan tekstil), masjid agung dan istana maimun(peninggalan melayu) dari situlah kami tahu ternyata Medan itu bukan kekuasaan oaring Batak di masa lampaunya melainkan milik jazirah orang-orang melayu. Boleh dikatakan dari tempat yang kami kunjungi di awal ,kami simpulkan perjalan itu perjalanan wisata historis dan religi.  Perjalanan hingga malam berakhir dengan obrolan penuh canda di tempat kuliner malam dengan menikmati menu masakan Chinese. Dan sisa malam itu kami habiskan ditempat kawan, kami menginap disana sebelum esok menjelang.
Sesuai rencana, esoknya kami melanjutkan perjalanan untuk menuju lereng gunung Sinabung ditanah Karo(salah satu tempat kuasanya suku Batak Karo). Setelah menyantap sarapan pagi dengan mie rebus yang diolah oleh kawan Arif(crew kreatif,karena kita menginap di kontrakanya), pukul 12.30 Lina menjemput kami ,dengan packingang tas cariernya akhirnya kami bertiga naek angkot menuju pangkalan sutra(Sumatra Transport) angkutan bentuk elf bertarif 10.000/0rg untuk trayek menuju daerah Brastagi (lereng Sinabung yang suasananya sejuk dan nyaman) setiba dipangkalan dimana disana banyak penjaja daging B2(babi)di pinggir jalan, datangh kawan kita satu lagi Vina(crew Kreatif) akhirnya fix kita berempat yang akan berangkat. Pukul 14.08 perjalanan dimulai, nah ini baru kita bisa nikmati perjalanan menuju tanah Batak. Sebelumnya saya beritahu untuk suku Batak itu mayoritas beragama Nasrani, jadi jangan heran jika banyak warung yang berlebel B1(anjing) dan B2, itu hal wajar karena agama mereka memperbolehkan. Sehingga hanya beberapa gelintir saja kuhitung-hitung dalam perjalanan itu warung pinggir jalan yang ada labelnya ‘’warung muslim” atau berlogo terbitan MUI (Hallal). Tepat pukul 16.20 kami sampai di pasar Brastagi (Pasar tradisional yang menjajakan buah-buahan dan sayur mayor brastagi) dari situ kita melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot yang merogoh kocek 8.000/org menuju basecamp sinabung lebih tepatnya di danau Lau Kawar(lau=danau, kawar=belanga/wajan) perjalanan yang mengesankan dengan ditemani panorama bukit brastagi dan di background oleh kokohnya puncak Sinabung yang tak mau berhenti mengepulkan asapnya, hawa dingin mulai meresapi tubuh kami sejak sampai di pasar Brastagi tadi. Setelah melalui jalanan berkelok di antara tebing-tebing di lereng itu, kami tiba di Lau Kawar pukul 17.25. sejenak kita menikmati panorama keheningan danau itu dengan pematang rumput yang telah melambai untuk menyambut kita bercengkerama diatasnya. Kami berembug sejenak,akhirnya terputuskan untuk mendirikan tenda yang kami bawa, tepat dibawah sebuah gubug kecil(cangkruk) yang atabnya berornamen gaya batak asli,beciri kepala kerbau di setiap ujung atapnya. Proses pendirian tenda selesai kami lakukan, ternyata perut tidak mau diajak kompromi, pantas karena beru terisi mie rebus pagi tadi. Kami akhirnya memilih salah satu warung milik warga sekitar dengan memesan menu mie goring telor plus nasi merah(nasi asli,alami yang ditumbuk,bukan di selep,sehingga rasanyapun alami,agak pahit-pahit) ditemani segelas teh panas manis yang terasa nikmat mengobati dahaga dan lapar kami. Penduduk karo tersebut mampu bertahan dalam tradisi mereka meski tidak sepenuhnya, para wanitanya baik yang anak maupun tua, mulutnya tak pernah berhenti mengunyah kinang( daun sirih dan ubo rampenya,yang menghasilkan warna merah) untuk memperkuat gigi-gigi mereka, sungguh cara yang alami.  Waktu tersisa malam itu kita isi dengan obrolan sederhana,sembari bermain kartu gaple yang dibeli oleh lina, menginjak pukul 21.00 kita memilih untuk istirahat lebih awal, karena rencana kami esok tiba kita mulai merayapi lereng Sinabung untuk menggapai puncaknya.
Menjelang subuh, aku dan bang wandi telah terjaga berbalut hawa dingin lau kawar yang mencoba menelusup tulang, kami malah menghampirinya setelah mencari toilat di rumah penduduk yang ternyata masih terlelap. Tepian danaulah yang kami tuju untuk mengambil air wudhu. Kami tunaikan sholat shubuh di barisan papan kayu yang tersusun di pinggiran danau. Pagi itu tanggal 26 tepat pukul 06.40, tanpa mengisi amunisi di perut terlebih dahulu kami memulai ekpedis, berbekal 2 botol air minum 1,5 l, sebungkus roti kering,sebungkus permen, beberapa bungkus mie instant dan 1 pak rokok, kami menyusuri perkebuanan milik penduduk, setelah mengambil jalur memotong kekiri kami mulai memasuki bagian hutan si Gunung, doa kami panjatkan di dalam hati masing-masing, ada hal unik disini di awal merangsek kedalam hutanya ada mitos yang dipercaya yaitu menyulut punting rokok dan menyelipkanya di antara ranting yang ada sebelum melanjutkan perjalanan, dan itupun kami lakukan pula, toh menurutku bukan didasari niat apapun kecuali untuk mengurangi jatah kepulan asap yang memenuhi dadaku nantinya. Perjalanan malaui jalan setapak yang agak lebar dengan balutan pepohonan yang cukup lebat dengan berbagai jenis dan ukuran. Meskipun saya dan bang wandi baru pertama mendaki Sinabung, namun saya memlih barisan terdepan, diikuti bang wandi, vina dan lina di urutan belakang. 45 menit perjalanan kami yang terbilang santai kami sampai pada tempat yang ada bagian datar dan bersih, yang dapat digunakan untuk ngecamp, kita lirik ternyata di pohon sebelahnya terpatri seng yang bertuliskan “shelter I” pantas saja. Setelah beristirahat sejenak, kita kembali melanjutkan perjalanan. Tempo jalan kami tidak jauh beda dengan langkah awal tadi, santai dan tak lupa istirahat akhirnya kita sampai di ‘’ shelter II” pukul 08.20. berhenti sejenak dan berpose mengambil photo diantara kami sebelum perjalanan kita mulai kembali, karena tak ingin banyak kehilangan waktu,pendakian kita berangkatkan kembali kali ini hamparan pandan berduri yang ada disekililing kami selama perjalanan hingga tiba akhirnya kami di “shelter III” pukul 9.23. aktivitas serupa kami lakukan seperti di pemberhentian sebelumnya. Kami melewati sebuah tugu memorial,atas nama mahasiswa ITM(Institute Teknik Medan) sebelum kami sampai pada jalur “patah hati” sungguh unik nama itu tersemat di sebuah lintasan jalur pndakian, kami mencoba menapakinya setapak-demi setapak. Jalur yang curam dengan kemiringan hingga 80derajat mungkin sehingga tangan kami pun ikut bergerilya mencari tonolan batu dan akar untuk turut menopang tubuh kami agar mampu bergerak menuju atas. Dalam lintasan ini laju perjalanan kami memang lambat, apalagi vina dan lina jauh tertinggal dibawah sana, keringat dan deru nafas mulai memburu kami, apalagi kabut mulai turun terbawa angin melewati kami. Perjalanan yang pendek namun memakan waktu yang lama karena terjalnya medan, dalam hati kami ada rasa pembenaran mengapa lintasan itu dinamakan sebagai jalur patah hati, pantas saja. Lepas dari jalur itu kita sampai di “shelter IV” tepat pukul 10.50, kami istirahat sejenak dan menikmati sebungkus mie instant yang kami makan mentah untuk mengisi perut yang sedikit protes. Dari sini puncak sinabung sudah tampak dekat melambai untuk kita memeluknya. Dengan bersemangat kita berlari menujunnya. 11.45, hamparan kawah yang menganga dengan tumpahan batu-batu cadas di saantero pinggiranya berselimut asap beraroma belerang yang mengepul hebat dari sela-sela rongga tebingnya menyambut kedatangan kami. Di tanah datar itu kita bersujud, kita berteriak,kita tertawa, kita bersyukur, ya kita telah sampai di puncak… sampai dipuncak.. di puncak sinabung!. “ ALLAHUAKBAR,, seruan itu membumbung tinggi diangkasa menghias derai angin di puncak itu, sujud sembahku bersimpuh atas karunia ini,atas nikmat atas kekuatan hingga kami sadar betapa kecilnya diriku dalam dekapan alam, untung alam tak murka pada kami saat itu, entah apa yang bakal terjadi jika itu terjadi. Jadi pantaslah kalau kami bersimbah syukur.. selepas menunaikan sholat Dzuhur dan sesi pemotretan hingga pengukiran nama dengan batu kami putuskan untuk kembali turun karena cuaca tak memungkinkan. Kabut semakin tebal,pekat, jarak pandang kami pun terbatas, jangankan untuk menatap jauh keindahan untuk melihat tapak kami berasalpun tak jelas. Pukul 12.30 kami mulai perjalanan menuruni puncak itu, kabut tak kunjung menyising, ketebalanya semakin membutakaan mata telanjang, senyap tapi pasti, gemurtuh Guntur membelah angkasa, memecah langit Sinabung dengan kilatnya diantara kabut hitam yang tebal. Tak dapat kami hindari, demi tetesan menjadi guyuran deras menerpa tubuh kami tanpa ampun. Namun semangat kami tak padam terguyur hujan, kami kemas barang dalam tas kita tutup mantol(cover bag) supaya aman, terjal dan curamnya medan penurunan di lintasan patah hati membuat langkah kita tertatih-tatih merayap dalam dinding Sinabung. Jalan ngesot menjadi pilihan bagi dua wanita yang ikut dalam pendakian ini, penuh hati-hati itu yang musti dijalani. Dengan sabar tetap kubimbing pastinya. Hujan tetap mengguyur perjalanan turun kami, terasa reda, cahaya kembali menegur kami, mengingatkan bahwa jarak tempuk penurunan tinggal beberapa jengkal lagi karena tampak di depan kami pematang perkebunan penduduk dengan gelantungan buah sankis yang tampak menguning merindukan petikan tangan si pemilik. Tepat dentang waktu 15.00 kami sampai di pos bawah tempat kami mengambil jalur potong kiri ketika berangkat tadi pagi. Rona wajah bahagia, senyum kecut mungkin karena lapar dan letik menyungging sudut-sudut bibir kami yang putih kusut, karena dinginya terpaan tetesan langit dan jujur selama perjalanan penurunan gunung tiada sedikitpun air minum kami tengguk, bahkan istirahat pun tak sempat kami lakukan lama-lama. Seusai sesi pemotretan serta kedipan sebelah mata dan salam hormat terhadap puncak sinabung yang jauh terpampang disana kita lanjut menuju tempat kita ngecamp di Lau kawar. The panas hangat sangat kami rindukan, namun karena kondisi kami yang basah kuyup dan kotor sehingga kami putuskan untuk berbesih diri dulu. Pukul 15.30 saya dan bang wandi segera menuju tepian Lau kawar. Dan menceburkan diri di sana hingga kami rasa tubuh ini bersih. Selepas mandi kedai penduduk di atas lau kawar kami tuju, kami pesan the manis panas, dan segelas kopi panas, kita pesan menu yang ada (hanya mie instans rebus yang ada) sambil kita nikmati kepulan asap dari batang rokok yang terus kami hisap hingga kita sisakan puntung demi puntung. Tubuh kami terasa letih, dan senja semakin menghampiri, maka dengan kerelaan hati kita menginap semalam lagi di pinggir danau itu yang juga ramai oleh kegiatan yang digalang oleh anak-anak SMP setempat dalam kegiatan alamnya. Seperti malam kemarin sebelum terlelap dalam sunyi dan dingin kita isi dengan bermain kartu dan bercanda, uniknya siapa yang kalah mala mini meski duduk berjongkok, sehingga pegel-pegel tulang kaki kami sisa pendakian tadi semakin terasa. Sedikit tersiksa pastinya.
Pagi hari tanggal 27, selesai menikmati segelas the panas manis dan berkemas, pukul 9.17 kami meninggalkan kedamaian Lau kawar dengan angkot menuju Brastagi. 10.47 kita sampai ditempat kemarin pasar tradisional Brastagi, sebelam lanjut kita memilih mencari warung makan di tepik jalan untuk mengisi perut kosong ini. Selesai menikmati santap sarapan yang kesiangan itu langsung kami pilih angkutan untuk segera kembali ke Medan. Sepanjang perjalanan kali ini kami tertidur tak pulas karena getaran dan gerakan urakan mobil yang di kemudikan sang sopir batak. Laju kencang membawa kami tiba di Medan tepat turun di gerbang 4 USU(Universitas Sumatra Utara) pukul 13.37, segera kita menyeberang jalan dan mencari angkot menuju Amplas (terminal di Medan) untuk mencari Bus yang akan membawa kami yang tinggal berdua nantinya( saya dan bang Wandi, karena Lina dan Vina tidak bisa terus menemani perjalanan kami karena ada acara di Kreatif, waktu kemaren sampai hari ini telah cukup sesuai yang dijanjikan dalam perencanaan) menuju Ajibata (dermaga penyeberangan di Danau Toba). Setelah berpamitan dengan si Tuan rumah (Lina dan Vina) kami (Kali ini Saya dan bang Wandi) menuju Toba dengan BUS merk “sejahtera” bertarif 25.000/org. perjalanan berangsur malam, tepian bukit berliku yang curam oleh kikisan Danau Toba di samping jalan yang kita lalui, lintas Pematang Siantar, Parapat, kami sampai di Ajibata. Berjumpa kami dengan kawan petualang juga, dari jawa, mereka bertiga (Yudha, Yusuf, yang satunya lupa namanya). 20.31 kami dapat kapal feri penyeberangan ke Tomok(salah satu  dermaga di pulai samosir) dengan tariff 5000/org. 30 menit penyebarangan laju kapal kami sampai di Tomok, rombongan kami yang jadi berlima putuskan untuk mencari penginapan terdekat. 200m kita berjalan keluar dari dermaga tomok kita dapatkan penginapan sederhana dan lumayan murah mungkin dengan tariff 50.000/kmr/malam. Kami beristirahat dan tidak sempat menikmati suasana malam di tomok terlalu lama, kecuali acara makan malam sejenak, karena letih tubuh kami menggiring kami menuju tempat tidur dan berbalut selimut hingga fajar menyingsing memecah cakrawala Danau Toba menyinari samosir yang penuh keindahan. Tanggal 28, kami jalankan sesuai rencana untuk jalan-jalan Samosir sejauh yang kita mampu lampaui. Pukul 08.00 kita mulai dengan menyisir tomok dengan salah satu mascot wisata historisnya yaitu museum dan makam raja batak Toba dan patung sigale-gale. Setelah sedikit belanja oleh-oleh dari toba, kami mengunjungi situs-situs yang ada, sesi pemotretan selalu tak lupa kami sempatkan. Selesai menyisir tomok, kami mencari sarapan, seperti biyasa kita memilih warung yang berlabel “halal” sempat pula kami bertemu dengan mbak penjual jamu dari jawa meski tidak sempat ngobrol banyak karena waktu menghimpit kami untuk melanjutkan perjalanan di Samosir kali ini. Satu tempat yang masih terbayang di benak kami “tuk-tuk”(terkenal dengan panorama Toba nya dan deretan penginapan eksotis yang banyak menampung turis dari berbagai Negara). Untuk menujunya kami menyewa motor bertarif 25000/jam, kami kendarai melintas aspalan sempit samosir sepanjang kawasan tuk-tuk yang kita jangkau. Puas dengan panorama alami itu kami berlanjut menuju satu tempat lagi yaitu “batu parsidangan”(tempat pemukiman raja Batak, dimana terdapat sebuah tempat pemasungan yang berlangsung dalam tradisi suku Batak dimasa silam). Pastinya kembali tak lupa untuk msesi pemotretan kami lakukan sebelum kita kembali menuju Tomok. Lewat tengah hari, seusai sholat Dzuhur kami putuskan untuk mengakhiri petualangan dan kembali ke tanah asal kami. Tepat pukul 13.30 kami menuju dermaga dan berlayar kembali ke Ajibata, ternyata panorama ketika langit cerah, begitu indah melukiskan Toba di pandangan mata kami. Turun dari kapal kami lanjutkan dengan menumpang Bus yang merknya sama namun kita turun di Pematang Siantar, tiba pukul 16.10 segera kami cari Bus yang menuju ke Pekanbaru. Kami dapatkan Bus PMS dengan tariff 130.000 yang menjadwalkan keberangkatanya pukul 17.50, dan memang berangkat sesuai jadwal seusai kita bersantap dan menikmati secangkir kopi legit. Perjalanan malam kami lalui dengan alunan lagu Batak memecah keheningan di dalam bus malam tersebut yang mengantarkan perjalanan kami kembali ke kota Pekanbaru esok hari pukul 07.30 kusandarkan punggung letih ini di bangku panjang pinggir jalan Arengka II. Akhir perjalanan kami, setitik tekad perjuangan yang berhasil kita lalui, suguhan alam akan keindahan puncak yang gagah dan hamparan luas danau yang sederhana menerima kita apa adanya, mungkin tersenyum,mungkin juga murung, namun yang kita rasakan hanya setitik rasa kebahagian, rasa bangga. Dan di punacak itu kita kembali berteriak, di Danau itu kita tersenyum, dalam keberagaman itulah kita menerima sehingga akhirnya kita menjadi paham!

Pekanbaru-medan 23-29 Juni 2012

D’joyo Adventure!

Komentar

Postingan Populer