“Mengayuh Rindu menuju MAHAMERU”



Mengayuh Rindu menuju MAHAMERU”
Mahameru menjulang tinggi, membelah angkasa biru, berpayung awan nan putih bersih. Menggetar hati terharu. Indah mega bayangan lalu. Nampak jauh. Melekat bagai perwira sakti memandang di awan tinggi…” Penggalan Lagu Keroncong –Mahameru-

Mahameru sebagai atapnya pulau jawa, diyakini tempat bersemayamnya para dewata. Menawarkan keindahan yang berbalut mistik kesucian. Kami merupakan beberapa manusia yang terjerat oleh rayuan alam untuk menyempatkan waktu bercumbu dengan sang alam. Oleh karena itu saya Bolodewo, Tambier, Qodir, Gudel dan Gipong menyusun sebuah rencana tersendiri untuk berkunjung dan menyanjung Mahameru melalui rasa bukan sekedar angan. Dan akhirnya tanggal 20 desember 2014 menjadi hari yang bahagia mungkin karena kami pilih untuk memulai perjalanan ini. Perjalanan panjang tersebut kita mulai pukul 00.00 dengan bus malam menuju Jombang, kita memilih akses ini karena tiket kereta sudah ludes terjual hingga tak menyisakan buat kita berlima mengingat akhir tahun dan musim liburan. Tak ada akar rotan pun jadi, lepas kereta, bis akhirnya menjadi pilihan perjalanan. Tepat tengah malam kita memilih Bus Mira menuju Jombang yang memakan waktu perjalanan hampir 4 jam. Dari Jombang kita oper bus menuju kota apel Malang tepatnya di terminal landung sari, terminal akses untuk mencapai kota batu malang waktu di tangan menunjukan pukul 07.00. Setelah menikmati waktu tidur di dalam perjalanan badan kami terasa kurang segar namun perjalanan harus tetap di lanjutkan. Perjalanan selanjutnya menuju pasar tumpang sabagai akses utama dari malang menuju kaki semeru. Untuk menuju pasar tumpang dari landung sari mesti oper 2 kali angkot. Pertama kita harus menuju keterminal arjosari setelah itu naik angkot menuju pasar tumpang, dan itulah yang kita lalui hingga akhirnya kita tiba di Tumpang basecamp perhutani. Dua jam kita habiskan untuk menempuh jarak ini dengan panorama tengah kota malang yang teduh karena mendung.
Dari pasar tumpang kita berjalan kaki menuju Basecamp pendataan. Dimana disini kita mendata diri dan anggota beserta barang bawaan kita dalam daftar list. Disini jika masih ditemui perlengkapan yang masih kurang atau perbekalan yang dirasa tidak cukup bisa dipenuhi di pasar dan toko-toko disekitar. Setelah cek semuanya kita menyempatkan untuk memanjakan perut dengan tiga bungkus nasi pecel yang kita bagi berlima dengan slogan “ngirit demi kebersamaan” he. Berikutnya kita memesan sebuah jeep untuk mengangkut kita menuju kaki semeru. Tarif jeep disitu 600-650 ribu dengan kapasitas maksimal 15 manusia. Setelah menunggu beberapa lama kita mendapatkan teman rombongan 5 orang dari Jakarta. Akhirnya kita sepakat bersepuluh menyewa satu buah jeep dengan biaya 650 ribu. Akhirnya jeep biru langit yang mesinya sudah tua membawa kita menuju Ranu pani tepat pukul 10.10 dengan track jalan pegunungan yang berliku sempit dan terjal. Menantang namun juga mesti banyak berdoa dalam setiap melewati tikungan tajam yang kanan kirinya jurang menganga. Namun semua itu hampir tak terasa karena kerinduan hati ini yang ingin segera menyapa mahameru yang belum terlihat karena tertutup mendung dan kabut. Maklum musim penghujan.

Setelah satu jam perjalanan dengan diselimuti kabut dan rintik hujan, kita memasuki sebuah perkampungan dengan kebun sayuran di lereng-lereng gunung Nampak didepan mata kita sebuah danau yang masih berkabut. Kita sampai di Ranu Pani basecamp terakhir sebelum ekpedisi dimulai. Ada semacam kedamaian yang kita rasakan seiring dengan hawa dingin yang mulai merayapi tubuh kami berlima. Menghirup dalam – dalam udara Ranu pani sebagai sebuah sapa kami untuk salam hormat terhadap Semeru. Berjalan kita menyusur tepian danau menuju basecamp, tampak di pinggir danau beberapa penduduk melatih kesabaran dengan setangkai berumpan untuk menunggu ikan lapar dan lupa menyantapnya untuk kemudian disantap kembali oleh sang pemasang umpan. Mancing! . Danau yang terlihat sedih,bermuka cerah namun tampak suram karena sampah-sampah mengapung santai diatasnya hingga warna air yang susah untuk tertembus cahaya. Kotor kalau boleh dikatakan kondisi dari danau ini. Mungkin karena banyaknya insan yang berkunjung ke semeru namun lupa kalau semeru tidak menginginkan ditinggali apa-apa kecuali jejak kenangan, hehe. Atau salah tafsir mereka bahwa sampah itukah peninggalan jejaknya. Mungkin otaknya perlu diupgrade dengan batu cadas!
Sesuai dengan rencana kita bersama bahwa perjalanan melepas kerinduan kita mulai esok hari maka hari itu kita sengaja bermalam di Ranu pani berbincang dan bercerita tentang hidup dan keindahan yang kadang tidak selaras. Demi efektivitas esok hari semua administrasi kita selesaikan hari itu di loket yang kalau tidak berdosa kita katakan komersil.hehe.. selanjutnya kita menjumpai tim volunteer Semeru untuk meminta izin bermalam di basecamp. Setelah berbasa-basi akhirnya kita menuju bangunan di pinggir danau yang biasa dijadikan tempat bermalam para volunteer untuk kita tempati. Hingga tengah malam sembari bercanda dan berteman beberapa gelas kopi susu tanpa melupakan kekasih lamanya nyala tembakau menebarkan aroma perbincangan malam itu disela tangan kita yang lincah memainkan kartu remi hingga pagi memerintah kita untuk istirahat. Dinginya malam itu terasa khas pegunungan dingin yang menyentuh batas kulit dan tulang hingga adzan shubuh membangunkan kami. Untuk ikut menikmati dinginya air wudhu dengan tubuh yang menggigil. Hingga proses urusan kamar mandi kita berlima selesai,kita prepare dan memutuskan dua gelas susu coklat sebagai pengisi perut pagi itu.

Tepat pukul 07.00 taggal 22 sesuai jadwal yang kita sepakati kita berkumpul dan berpuja doa dalam hati sesuai dengan keyakinanya. Meskipun kita sama-sama muslim tapi soal keyakinan akan ketauhidtan itu siap yang tahu, maka kita putuskan berdoa dalam hati masing-masing yang akhirnya kita tutup dengan yel-yel “nganglang Jagad! Uye” tambak sebagai kapten tim memimpin perjalanan tapak demi tapak meninggalkan Ranu pani yang masih berselimut kesedihan. Demi keamanan bersama, qodir yang mengurusi masalah ketahanan pangan selama perjalanan mengusulkan untuk membeli 3 bungkus nasi sayur tanpa lauk sebagai amunisi tambahan dalam perjalanan nanti. Tanpa banyak komentar segera kita setujui dan perjalanan berlanjut. Setelah 30 menit menyusuri perkebunan penduduk yang terlihat kurang subur mungkin karena tingginya curah hujan sehingga pertumbuhanya kurang maksimal, kita sampai pada gapura selamat datang yang membuat para pendaki seakan merasa disapa karena disitu tertulis “ selamat datang para pendaki semeru”. Setelah itu kita tinggalkan hamparan lading untuk masuk kejalur hutan dengan vegetasi pohon-pohonan besar. Kami tersenyum karena jalurnya telah mengalami pemvapingan blok.he.. trek yang kita lalui cukup untuk pemanasan karena masih landau dan jelas meski ada beberapa pohonan yang tumbang menjadi semacam haling rintang yang meski kita lalui bersama para pendaki lainya. Dalam hati kami salut dengan si pembuat jalur, karena memilih jalur melingkari punggung gunung sehingga treknya tidak begitu menguras tenaga meski waktu yang dibutuhkan sedikit lebih lama. Satu jam perjalanan menyusuri paving blok di hutan kami sampai pada sebuah bangunan tembok berwarna hijau yang ternyata pos 1. “pinarak mas” sapa seorang di pos tersebut yang ternyata adalah penjual gorengan yang membuat kami penasaran untuk mencobanya. Ternyata perjalanan 1 jam dengan tenaga 2 gelas susu yang kita nikmati berlima tadi pagi memaksa lambung kami protes untuk meminta cadangan makanan segera dimaksukan atau bahasa lainya luwe.hehe.. tanpa merasa berdosa sedikitpun kita melahap gorengan yang nikmatnya terasa berlipat ganda karena tidak ada yang lain. Tahu,pisang ,bakwan dan tempe bertubi-tubi menyerang mulut kami hingga tak terasa 15 gorengan kita lahap. Namun kenikmatan itu sedikit menepi dari benak kami ketika si penjual cukup mengucapkan harga 40rb untuk apa yang telah kami perbuat. Tapi akhirnya kita legowo ini di gunung bro! bukan dipasar..hehe.. setelah sebatang lintingan tembakau sirna menjadi asap kita lanjutkan perjalanan menuju pos 2 yang ternyata mampu kita tempeh dalam 30 menit. Sengaja kita melewatkan waktu istirahat di pos 2 untuk terus menyusuri watu rejeng. Sebuah jalur yang dipenuhi batu-batu menonjol dan tebing gunung yang rawan longsor dengan hutan cemara bermuka tanah hitam arang sisa-sisa amukan si jago merah di musim kemarau yang lalu. Kekonyolan kami dalam kemasan canda gurau tak pernah berhenti, seakan sudah saling memahami diantara sesame kita terus berpacu dalam tawa yang melupakan peluh keringat yang membasahi kain pelapis tubuh kita. Untuk yang ketiga kalinya kita kembali bertemu dengan bangunan tembok warna hijau di samping jalur lereng yang curam. Ternyata kita telah sampai di pos 3 dan kita harus berhenti, karena lapisan roti tawar rindu akan sentuhan lembut tangan kita yang mengolesinya dengan susu. Sejenak kita menikmati lelah yang pastinya tak lupa kepulan asap tembakau menjadi syarat istirahat sembari melirik trek menanjak curam dismaping bangunan itu kita berguman,lumayan.hem… “ayo mas semangat sedelo maneh Ranu Kumbolo” sapa rombongan dari atas pada kami. Membuat kami menyegarakan istrahat kami untuk diakhiri dan langsung tancap gas melewati tanjakan itu. Ranu kumbolo sudah terbayang dalam benak kami untuk segera mendekapnya dan menghempaskan rindu akan kecantikan yang selama ini kita dengar dari cerita. Ternyata kita lupa telah melewati tanjakan,pesona itu mampu membuainya. Kembali trek datar kita lalui dengan berlari kecil seakan tanpa beban dengan baying-bayang rupawan Surganya Gunung Semeru. Gembira sering membuat lupa! Itu yang melanda kami ,kita bersorak riang gembira hingga tiba pada sebuah sapa yang menyadarkan langkah kita “ mas ampun teriak-teriak ,mboten eco!” tertegun sejenak dan kita lanjutkan perjalanan, kita sedang berada di alam…bisiku lirih. Setelah itu perjalanan kembali khidmat. Kabut tipis mulai tersingkap dari kelokan lereng yang kami lalui. Samar-samar terlihat hamparan air yang dikelilingi bukit padang rumput yang luas, Ranu Kumbolo! Serentak kami takjub dan kaki terhenti, sepuluh mata menatap tajam kearah yang sama.. inikah salah satu keagungan Tuhan.

Langkah kami percepat untuk mencapai Danau Surga Gunung Semeru tersebut, melewati lereng sabana yang menyusur turun. Kembali kita menjumpai bangunan tembok hijau yang ternyata adalah pos 4 yang cemberut karena kita acuh hanya sekedar menyapa dan sedikit melirik saja. Karena mata kami enggan berpaling dari keindahan disisi yang lain. Rintik hujan menyambut kami seiring kaki ini berpijak dipelataran Ranu Kumbolo yang Nampak jernih dan suci. Kita menyusur tepinya dan merasakan keindahanya ditengah guyuran hujan yang semakin lebat kita menuju bangunan yang berada ditepi danau yang ternyata adalah pos 5. Banyak pendaki yang beristirahat disitu dan kitapun juga memutuskan untuk berhenti disitu sambil menunggu hujan mulai reda. Sang danau tertutup kabut, hati berguman untuk hari ini cukup ku mengenalmu saja, mungkin esok saat yang tepat untuk kita melepas rindu bercengkrama menghabiskan waktu. Kita memilih beristirah agak lama dengan agenda mengeringkan baju, makan dan sholat sambil berharap hujan segera mereda. Tiga bungkus nasi sayur yang kita beli dibawah tadi menjadi menu makan siang dengan berlaukan ikan asin bekal utama kita, sederhana tapi lahap. He.. setengah dua siang selepas berhubungan bathin dengan Tuhan, alam mulai bersahabat. Hujan reda dan kita bersiapkan melanjutkan perjalanan panjang. Kaki kembali melangkah dengan sedikit senyum kepada Ranu kumbolo kita menatab tebing tanjakan didepan mata kita. Tanjakan panjang diantara dua bukit bernama ‘ Tanjakan Cinta”! sebuah perjuangan dan mitos dimulai disini.
“bagi siapapun yang menaiki Tanjakan ini tanpa pernah menengok ke belakang dan berhenti sambil membayangkan orang yang tersimpan dihatinya untuk nanti maka yang nanti itu akan terwujud” nuansa mitosnya kuat. Menurut analisis saya bukan disini letak kebenaranya namun juga di dalam hati kita. Pertama siapa yang bias melupakan keindahan Ranu kumbolo, sehingga berat untuk meninggalkanya. Tanjakan ini terletak setelah Danau itu, dan view tercantik dari danau itu disaksikan dari tengah tanjakan ini pastinya hati siapa yang tak akan tergoda untuk menoleh kembali ke Danau. Siapapun pasti tergoda! Itulah makna filosofis, ujung tanjakan ini kita ibaratkan sang kekasih hati, kita akan melangkah untuk menggapainya. Kita berjalan, berjuang dengan payah untuk mencapainya dengan godaan pesona randu kumbolo yang ibaratnya adalah kekasih yang lain. Jika kita mampu mencapai tujuan kita diatas sana dengan tekun tanpa tergoda keindahan yang lain. Maka keraguan apa lagi yang menyelimutimu? Jadi bukan arti mitologi yang sebenarnya namun kebebnaran makna filosofis yang membenarkanya. Silahkan mencoba! Kami berlima pun menaiki tanjakan ini dengan harapan masing-masing, terengah dan terus berjalan dengan beban dipunggung dan dihati dan terus melangkah hingga tiba di ujung yang tadi serasa mingkinkah kini menjadi mungkin. Karena kita berlima sampai diujung tanjakan ini dan hamparan luas yang dikenal dengan oro-oro ombo menyambut kita.
Oro-oro ombo merupakan sebuah tanah datar nan lapang yang luas sekali, jika musim berbunga tiba muncul aneka warna kuning yang memenuhi hamparan ini sebagai vegetasi semeru. Namun perjalanan kami di awal musim penghujan sehingga bunga yang mekar tidak kita temui. Kami memilih jalur menyusur lereng dengan ditemani gerimis lembut yang tiada henti. Luas dan jauh dari tepi itu yang ada diangan kita sebelum tiba saatnya kita tiba di sebuah hutan cemara yang dikenal dengan nama cemoro kandang.

Cemoro kandang merupakan hamparan hutan cemara yang luas dan berbukit-bukit rendah. Ribuan pohon cemara mungkin yang ada disitu dengan jalan setapak yang membelah kerimbunanya untuk terus menuju maju. Kami menikmati suasana di hutan ini yang Nampak hitam suram oleh arang dan abu perdu yang habis terbakar di kemarau kemarau yang lalu. Perjalanan disini panjang namun tak terasa, naik bukit namun juga seperti tidak naik. Kemegahan pohon cemara yang menjulang tinggi mengelabuhi mata jika jalur yang kita lalui sebenarnya berupa tanjakan yang panjang landai tapi teratur. Rintik hujan tak mau berpalin sedikitpun dari derap langkah kami yang mulai tertatih hingga Nampak pelataran dengan pintu gerbang rerimbunan pohon kita temui. Kami sampai di Jambangan! Disini mulai Nampak kubah mahameru yang begitu gagah dan megah. Berhenti kita sejenak dan kembali menyiksa beberapa lembar roti tawar yang lantas kita cabik-cabik dengan perlahan. Perjalanan menuju kalimati tidak membutuhkan waktu lama lagi, memacu kembali semangat kami untuk menuju titik dimana kita rencanakan untuk bermalam dan menikmatinya. Sebuah papan nama bertuliskan kalimati menyapa kami sebagai tanda kita tiba di tempat tersebut. Tepat dikaki kubah semeru bervegetasi rumput merupakan kawasan datar sehingga tempat ini sebagai tempat ngecamp sebelum tracking ke puncak. Kami menuju kerumunan tenda-tenda para pendaki lainya. Tepat dimana dimulainya jalur menuju puncak sebagai tempat yang kita pilih untuk bermalam. Segera kita dirikan rumah kecil kami yang beraroma kebahagiaan, sekitar 15 menit rumah kecil mungil itu berdiri tanpa kemegahan sedikitpun kita berlima memasukinya yang ternyata hujan yang lebat membuntutinya setelah itu sehingga menambah keyakinan kami bahwa rumah sesaat kita benar-benar rumah kebahagiaan. Segera setelah hujan lebat itu tak kunjung letih namun terus terusan mendera yang terkadang bersekongkol dengan angin saya siapkan sajian malam, semngat kita pun juga tak mau kalah bersekongkol dengan nyala api kompor. Dan dua gelas susu madu dan kopi susu menjadi penghangat lambung kami hingga menjalar keseluruh tubuh. Namun hujan tetap menang dalam perdebatan ini , tenda kami keresapan air!he.. pasang tenda yang terburu-buru hingga hasil kurang pas. Akhirnya hujan mengasihani kami dengan meredakan tetesan airnya, segera tambak dan ipong memperbaiki posisi tenda. Hingga kenyamanan yang sesungguhnya yang kami rasakan. Menjelang maghrib tiba, mie goreng rasa iwak asin sudah siap untuk disajikan, canda tawapun mengiringi setiap suap mie yang masuk ke mulut hingga rasanya semakin sedap terasa, dan terasa kurang. Untuk persiapan esok beraspun masuk ke nesting dengan airnya yang mendidih untuk berproses menjadi nasi dan berlanjut dengan nutrijell yang juga harus melarutkan diri dengan air mendidih itu. Namun keduanya harus sabar karena besoklah jatah kalian untuk kita nikmati. Selepas sholat isya kita memutuskan untuk istirahat. Buakan terpaksa atau dipaksa namun pilihan memang itu yang harus dilalui, badan setelah sehari berjalan mulai protes, tengah malem nanti kita harus bangun untuk kembali merangkai rindu. Akhirnya kita atur posisi yang pas untuk kita berlima, doa mengiringi terkatupnya kelopak mata yang perlahan redup,sepi dan sunyi. Namun kenyataan berkata lain, kebahagian dihati mendorong mulut ini untuk melontarkan kata-katanya dalam canda cerita hingga berujung tawa gembira kita berlima dalam gelap dan sunyi. Hingga perlahan dari kami tengelam dalam dengkuran yang bersahutan menggantikan perbincangan malam........ to be continue....

Komentar

Postingan Populer